الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ
وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ
لِلطَّيِّبَاتِ ۚ
أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا
يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka
(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nuur:26)
Perjalanan selalu melahirkan cinta,
kenangan, dan sesuatu yang akan membuat kita kian dekat dengan Allah. Dalam perjalanan
itu, tentu kita bertemu dengan berbagai sosok, karakter dan penampilan yang
berbeda-beda antara satu dan lainnya. Diantara beragam insan tersebut, kutemukan
satu adam yang begitu menawan.
Entah sejak kapan dimulai. Dia
selalu dihatiku, bahkan senyum kecilnya membuatku sangat bersemangat. Seolah-seolah
senyum itu selalu menungguku. Ksatria lugu berkacamata, menyambut mentari
dengan duha, menenteng kitab dengan balutan koko serta kopiah putih yang
selalu bertengger dikepala. Impian bersamanya pun terselip dalam setiap doa.
Berharap Sang Pemilik
Kehidupan mengabulkannya. Dia satu-satunya. Tak ingin
yang lain. Hanya dia.
Tiba saat lembaran merah jambu
sampai ditangan. Tertegun, tak dapat berbuat apa-apa menyaksikan tinta emas
mengukir namanya yang bersanding dengan nama hawa lain. Seketika meruntuhkan
gerbang asmara yang berdiri kokoh. Menggugurkan benih-benih cinta yang baru
tumbuh. Broken heart? Ya. Tak rela? Tentu. Ikhlas? Entahlah. Gantung diri?
Jangan! Jangan sampai tidak jadi. Hehehe (just kidding).
Sebagian kita tentu pernah mengalami
kejadian di atas. Saat telah menggantungkan asa setinggi bintang di langit
dengan warna-warni pelangi. Tapi seketika harus landing di gurun pasir. Impian
hanya menyisakan luka yang kian hari semakin bernanah. Mulailah curhat ke
facebook, maki-maki di twitter, merajuk di blog, dengerin lagu galau. Berharap
dunia memperhatikan. Seolah-seolah hanya kitalah yang mempunyai masalah di bumi
ini.
Sahabat, setiap sesuatu yang kita
miliki tentu akan tiba masanya ia pergi. Entah itu dalam bentuk barang atau
jiwa yang tenang. Tapi yakinlah akan ada pelangi setelah hujan. Matahari tetap
benderang di kala siang. Rembulan tetap bersinar saat malam datang. Allah akan
mengganti dengan yang lebih baik dari apa yang sebelumnya kita punya.
Sayangnya terkadang manusia salah
mengartikan apa yang Allah beri. Kurang tepat memaknai sesuatu yang telah Allah
gantikan untuk kita. Dianugerahi wajah cantik malah menjadikannya sebagai alat
penarik mata lelaki. Dikaruniai mata indah justru digunakan untuk melihat
hal-hal yang mudarat. Diberi suara merdu yang membuat rindu indra dengar,
justru digunakan untuk mengeja kata-kata yang kurang manfaat. Sebagian lagi bangga
jika orang berdecak kagum melihat bodynya yang aduhai. Merasa senang kalau ada
yang memuji-muji wajah ayunya. Pakaian ketat ikut berpartisipasi membuat mata
lelaki tak mau minggat. Membiarkan diri
dinikmati banyak mata lelaki. Membiasakan diri dicolek tangan-tangan jahil.
Ada pula yang menjadikan
anugerah-anugerah tersebut sebagai ajang untuk mencari pacar yang jelas-jelas
tak ada anjurannya dalam Islam. Tak peduli apapun itu, tetap saja pacaran
menjadi hal wajib untuk kebanyakan remaja. Lumrahnya orang berpacaran, selalu
menanti saat-saat indah bersama. Kencan malam minggu jadi hal biasa. Teman yang tak berpasangan dicap ketinggalan zaman, kuper, tak
laku, dan berbagai cap lainnya.
Sahabat juga pernah melakukan hal di
atas? Lewati tiap detik, menit, jam hanya untuk memikirkannya. Tak pernah
sekalipun absent mengingatkan makan, minum. Laksana dokter yang setia
mengingatkan pasiennya untuk mengkonsumsi obat tiga kali sehari. Mengklaim
bahwa dialah jodoh dunia dan akhirat yang tak bisa tergantikan.
Tapi pernahkah
terpikir dibenak kita, benarkah dia yang akan menjadi pendamping kita? Menemani
saat suka dan duka? Bersama meraih magfirah-Nya? Berdua menggapai surga-Nya?
Hingga kita merelakan segala sesuatu yang kita punya untuknya. Berkorban untuk
dia yang belum jelas kehalalannya. Jika ternyata tak sesuai impian itu,
sia-sialah apa yang telah terjadi selama ini.
Sahabat, jodoh kita adalah cerminan
dari diri kita sendiri. Jika kita terbiasa melakukan hal yang kurang baik, maka
adam yang menjadi imam kitapun bisa dipastikan juga sering melakukan tindakan
yang buruk. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula).”
Sebagian orang sering kali keliru
dalam memaknai kata keji yang diartikan sebagai tindakan hina seperti berzina,
mabuk-mabukan, mencuri. Padahal dalam kehidupan sehari-haripun tanpa disadari
kita acap kali melakukannya. Saat kita terbiasa melalaikan sholat, jarang
melantunkan ayat-ayat-Nya, maka dia yang nantinya berada satu atap dengan
kitapun sering melalaikan sunnahnya, bahkan meninggalkan wajibnya. Di kala
wanita sering mengumbar aurat, menampakkan liku-liku tubuhnya, membiarkan mata
lelaki menjelajahi dirinya, maka imamnya pun telah terbiasa melirik bagian
eksotis dari wanita lainnya. Sering mengumbar diri pada lawan jenisnya.
Harapan seorang hawa, siapapun dan
bagaimanapun dirinya tetap saja menginginkan laki-laki sholeh yang menjadi
imamnya kelak. Impian adam tentu mencita-citakan wanita sholehah yang
mengandung dan melahirkan buah hatinya nanti. Karena itu hendaknya kita memperbaiki
diri, menjadi lebih baik. “Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).”
Kategori baik bukan hanya hawa yang
bergamis, berhijab lebar bahkan bercadar. Bukan sekedar memperindah penampilan luar, tapi lebih pada mempercantik
hati yang tertuang dalam akhlak yang karimah. Golongan apik bukan hanya adam
yang setiap hari memakai sarung, berpeci hitam, menggenggam kitab, melainkan
terlihat dari sikap dan tingkah laku serta kebiasaannya yang hasanah. Budak
yang hitam legam lebih baik daripada wanita berkulit putih, kuning langsat tapi
berhati bangsat. Hamba yang sederhana, tak memiliki banyak harta lebih baik
daripada laki-laki berwibawa tapi berjiwa buaya.
Bukankah Rasulullah SAW adalah orang
yang paling baik, maka perempuan baik pulalah yang menjadi istri beliau. Salah
satu istri beliau yaitu Aisyah r.a. yang selalu menjaga kesucian dirinya pra
dan pasca menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Aisyah r.a. tak pernah sekalipun
mengucapkan kata-kata yang buruk. Auratnya terjaga rapat dibalik hijab yang
menutupi seluruh tubuhnya. Langkahnya selalu diarahkan ke tempat-tempat yang
manfaat. Indranya selalu terjaga oleh hal-hal yang ma’rifat.
Jika kita terbiasa mengumpat,
melakukan tindakan yang dilarang, bukan Aisyah r.a namanya. Karena Aisyah r.a.
tak pernah sekalipun mengerjakan hal-hal mudarat. Tentu bukan Nabi SAW pula
jodohnya. Sebab Rasulullah adalah insan pilihan, kekasih Allah. Jangan mencari
yang baik, tapi jadilah yang baik. Untuk kaum hawa, jangan mencari
yang sholeh, tapi jadilah akhwat sholehah.
Bagi kaum adam, tak perlulah mencari
yang sholehah, tapi jadilah ikhwan yang sholeh.
Sebab walaupun kita mencari,
tapi diri kita tidak menjadi, maka Allah tidak akan memberi. Namun jika
kita menjadi, tanpa mencaripun Allah sudah menyiapkan. Karena
untuk masalah jodoh, Allah akan memberi sesuai dengan kepribadian dan kadar
keimanan kita (QS. An-Nuur: 26).
Karena itu, bagi kalangan adam, jadilah ikhwan
yang berpendidikan tinggi dalam hal agama hingga mampu membimbing hawa dari
mangsa godaan syeitan dan nafsu yang membinasakan. Jadilah ikhwan yang murah
kata-kata nasehat dan teguran baik untuk memperbaiki hawa. Jadilah ikhwan yang
senantiasa berjuang menentang nafsu dan memelihara maruah diri untuk
orang tercinta yang sah bergelar istri.
Untuk kita kaum hawa, kecantikan seorang
akhwat mulia bukan untuk dikagumi. Ia hanya pantas bagi seseorang yang telah
halal. Wajah ayumu indah karena tertutup, anggun karena terjaga, elok karena
tak tersingkap. Menanti bukan berarti berdiam diri, namun juga tak harus
mengorbankan diri.
Bersabar bukan bermakna pasrah
menerima qada dan qadar tanpa sesuatu yang dilakukan. Bersabarlah saat belum
ada kumbang yang menghampiri. Jangan mengobral dan membiarkan diri dipetik.
Jangan membiasakan diri dijamah setiap orang bak buah yang tertanam di tepi
jalan. Pupuklah masa penantian dengan iman dan takwa. Hingga Allah sendiri yang
akan menentukan bunga dari yang kita tanam.
Sahabat, begitu banyak keteladanan
wanita-wanita sholehah yang dapat dijadikan cermin untuk menjadi insan rabbani.
Tidak sedikit dari laki-laki sholeh yang bisa dijadikan uswatun hasanah agar
menjadi hamba yang ihsan. Termasuk bercermin pada kisah-kisah para sahabat yang
istiqomah memupuk diri, hingga menuai buah yang sempurna dalam bahtera rumah
tangga samara. Mari
berproses bersama, memulai dari diri sendiri. Agar kelak menjadi insan karimah
bersama sosok yang hasanah menuju surganya.