genggam duniamu dengan ilmu

Jumat, 17 Oktober 2014

“Mencari VS Menjadi”



 
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ
أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nuur:26)

Perjalanan selalu melahirkan cinta, kenangan, dan sesuatu yang akan membuat kita kian dekat dengan Allah. Dalam perjalanan itu, tentu kita bertemu dengan berbagai sosok, karakter dan penampilan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Diantara beragam insan tersebut, kutemukan satu adam yang begitu menawan.

Entah sejak kapan dimulai. Dia selalu dihatiku, bahkan senyum kecilnya membuatku sangat bersemangat. Seolah-seolah senyum itu selalu menungguku. Ksatria lugu berkacamata, menyambut mentari dengan duha, menenteng kitab dengan balutan koko serta kopiah putih yang selalu bertengger dikepala. Impian bersamanya pun terselip dalam setiap doa. Berharap Sang Pemilik 
Kehidupan mengabulkannya. Dia satu-satunya. Tak ingin yang lain. Hanya dia.

Tiba saat lembaran merah jambu sampai ditangan. Tertegun, tak dapat berbuat apa-apa menyaksikan tinta emas mengukir namanya yang bersanding dengan nama hawa lain. Seketika meruntuhkan gerbang asmara yang berdiri kokoh. Menggugurkan benih-benih cinta yang baru tumbuh. Broken heart? Ya. Tak rela? Tentu. Ikhlas? Entahlah. Gantung diri? Jangan! Jangan sampai tidak jadi. Hehehe (just kidding).

Sebagian kita tentu pernah mengalami kejadian di atas. Saat telah menggantungkan asa setinggi bintang di langit dengan warna-warni pelangi. Tapi seketika harus landing di gurun pasir. Impian hanya menyisakan luka yang kian hari semakin bernanah. Mulailah curhat ke facebook, maki-maki di twitter, merajuk di blog, dengerin lagu galau. Berharap dunia memperhatikan. Seolah-seolah hanya kitalah yang mempunyai masalah di bumi ini.

Sahabat, setiap sesuatu yang kita miliki tentu akan tiba masanya ia pergi. Entah itu dalam bentuk barang atau jiwa yang tenang. Tapi yakinlah akan ada pelangi setelah hujan. Matahari tetap benderang di kala siang. Rembulan tetap bersinar saat malam datang. Allah akan mengganti dengan yang lebih baik dari apa yang sebelumnya kita punya.

Sayangnya terkadang manusia salah mengartikan apa yang Allah beri. Kurang tepat memaknai sesuatu yang telah Allah gantikan untuk kita. Dianugerahi wajah cantik malah menjadikannya sebagai alat penarik mata lelaki. Dikaruniai mata indah justru digunakan untuk melihat hal-hal yang mudarat. Diberi suara merdu yang membuat rindu indra dengar, justru digunakan untuk mengeja kata-kata yang kurang manfaat. Sebagian lagi bangga jika orang berdecak kagum melihat bodynya yang aduhai. Merasa senang kalau ada yang memuji-muji wajah ayunya. Pakaian ketat ikut berpartisipasi membuat mata lelaki tak mau minggat. Membiarkan diri dinikmati banyak mata lelaki. Membiasakan diri dicolek tangan-tangan jahil.

Ada pula yang menjadikan anugerah-anugerah tersebut sebagai ajang untuk mencari pacar yang jelas-jelas tak ada anjurannya dalam Islam. Tak peduli apapun itu, tetap saja pacaran menjadi hal wajib untuk kebanyakan remaja. Lumrahnya orang berpacaran, selalu menanti saat-saat indah bersama. Kencan malam minggu jadi hal biasa. Teman yang tak berpasangan dicap ketinggalan zaman, kuper, tak laku, dan berbagai cap lainnya.  

Sahabat juga pernah melakukan hal di atas? Lewati tiap detik, menit, jam hanya untuk memikirkannya. Tak pernah sekalipun absent mengingatkan makan, minum. Laksana dokter yang setia mengingatkan pasiennya untuk mengkonsumsi obat tiga kali sehari. Mengklaim bahwa dialah jodoh dunia dan akhirat yang tak bisa tergantikan.

Tapi pernahkah terpikir dibenak kita, benarkah dia yang akan menjadi pendamping kita? Menemani saat suka dan duka? Bersama meraih magfirah-Nya? Berdua menggapai surga-Nya? Hingga kita merelakan segala sesuatu yang kita punya untuknya. Berkorban untuk dia yang belum jelas kehalalannya. Jika ternyata tak sesuai impian itu, sia-sialah apa yang telah terjadi selama ini.

Sahabat, jodoh kita adalah cerminan dari diri kita sendiri. Jika kita terbiasa melakukan hal yang kurang baik, maka adam yang menjadi imam kitapun bisa dipastikan juga sering melakukan tindakan yang buruk. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula).”

Sebagian orang sering kali keliru dalam memaknai kata keji yang diartikan sebagai tindakan hina seperti berzina, mabuk-mabukan, mencuri. Padahal dalam kehidupan sehari-haripun tanpa disadari kita acap kali melakukannya. Saat kita terbiasa melalaikan sholat, jarang melantunkan ayat-ayat-Nya, maka dia yang nantinya berada satu atap dengan kitapun sering melalaikan sunnahnya, bahkan meninggalkan wajibnya. Di kala wanita sering mengumbar aurat, menampakkan liku-liku tubuhnya, membiarkan mata lelaki menjelajahi dirinya, maka imamnya pun telah terbiasa melirik bagian eksotis dari wanita lainnya. Sering mengumbar diri pada lawan jenisnya.

Harapan seorang hawa, siapapun dan bagaimanapun dirinya tetap saja menginginkan laki-laki sholeh yang menjadi imamnya kelak. Impian adam tentu mencita-citakan wanita sholehah yang mengandung dan melahirkan buah hatinya nanti. Karena itu hendaknya kita memperbaiki diri, menjadi lebih baik. “Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).”     
 Kategori baik bukan hanya hawa yang bergamis, berhijab lebar bahkan bercadar. Bukan sekedar memperindah  penampilan luar, tapi lebih pada mempercantik hati yang tertuang dalam akhlak yang karimah. Golongan apik bukan hanya adam yang setiap hari memakai sarung, berpeci hitam, menggenggam kitab, melainkan terlihat dari sikap dan tingkah laku serta kebiasaannya yang hasanah. Budak yang hitam legam lebih baik daripada wanita berkulit putih, kuning langsat tapi berhati bangsat. Hamba yang sederhana, tak memiliki banyak harta lebih baik daripada laki-laki berwibawa tapi berjiwa buaya.

Bukankah Rasulullah SAW adalah orang yang paling baik, maka perempuan baik pulalah yang menjadi istri beliau. Salah satu istri beliau yaitu Aisyah r.a. yang selalu menjaga kesucian dirinya pra dan pasca menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Aisyah r.a. tak pernah sekalipun mengucapkan kata-kata yang buruk. Auratnya terjaga rapat dibalik hijab yang menutupi seluruh tubuhnya. Langkahnya selalu diarahkan ke tempat-tempat yang manfaat. Indranya selalu terjaga oleh hal-hal yang ma’rifat.

Jika kita terbiasa mengumpat, melakukan tindakan yang dilarang, bukan Aisyah r.a namanya. Karena Aisyah r.a. tak pernah sekalipun mengerjakan hal-hal mudarat. Tentu bukan Nabi SAW pula jodohnya. Sebab Rasulullah adalah insan pilihan, kekasih Allah. Jangan mencari yang baik, tapi jadilah yang baik. Untuk kaum hawa, jangan mencari yang sholeh, tapi jadilah akhwat sholehah. 
 Bagi kaum adam, tak perlulah mencari yang sholehah, tapi jadilah ikhwan yang sholeh.
Sebab walaupun kita mencari, tapi diri kita tidak menjadi, maka Allah tidak akan memberi. Namun jika kita menjadi, tanpa mencaripun Allah sudah menyiapkan. Karena untuk masalah jodoh, Allah akan memberi sesuai dengan kepribadian dan kadar keimanan kita (QS. An-Nuur: 26).

Karena itu, bagi kalangan adam, jadilah ikhwan yang berpendidikan tinggi dalam hal agama hingga mampu membimbing hawa dari mangsa godaan syeitan dan nafsu yang membinasakan. Jadilah ikhwan yang murah kata-kata nasehat dan teguran baik untuk memperbaiki hawa. Jadilah ikhwan yang senantiasa berjuang menentang nafsu dan memelihara maruah diri untuk orang tercinta yang sah bergelar istri.

Untuk kita kaum hawa, kecantikan seorang akhwat mulia bukan untuk dikagumi. Ia hanya pantas bagi seseorang yang telah halal. Wajah ayumu indah karena tertutup, anggun karena terjaga, elok karena tak tersingkap. Menanti bukan berarti berdiam diri, namun juga tak harus mengorbankan diri.
Bersabar bukan bermakna pasrah menerima qada dan qadar tanpa sesuatu yang dilakukan. Bersabarlah saat belum ada kumbang yang menghampiri. Jangan mengobral dan membiarkan diri dipetik. Jangan membiasakan diri dijamah setiap orang bak buah yang tertanam di tepi jalan. Pupuklah masa penantian dengan iman dan takwa. Hingga Allah sendiri yang akan menentukan bunga dari yang kita tanam.

Sahabat, begitu banyak keteladanan wanita-wanita sholehah yang dapat dijadikan cermin untuk menjadi insan rabbani. Tidak sedikit dari laki-laki sholeh yang bisa dijadikan uswatun hasanah agar menjadi hamba yang ihsan. Termasuk bercermin pada kisah-kisah para sahabat yang istiqomah memupuk diri, hingga menuai buah yang sempurna dalam bahtera rumah tangga samara[1]. Mari berproses bersama, memulai dari diri sendiri. Agar kelak menjadi insan karimah bersama sosok yang hasanah menuju surganya.

(April 2014)[2]

[1] Sakinah, Mawaddah, Warahmah
[2] Berdasarkan pengalaman pribadi seorang teman penulis, tentunya dengan sedikit pengemasan yang berbeda.

Selasa, 03 Juni 2014

First Date





            Hore_e ... !!!
Moment yang sangat kutunggu-tunggu, kunanti-nanti. Selalu kupanjatkan dalam doa pagi sore, siang malam, sampai bertapa di merapi. Akhirnya terkabul juga. Kencan oh kencan!
Hal yang katanya wajib bagi mereka yang berstatus pacaran. Masa yang tak pernah dilewati mini bus, eh muda-mudi. Waktu yang selalu ditunggu setiap akhir pekan. Persiapan selalu nomor satu, demi kencan malam minggu.
Begitu pula denganku. Satu minggu sebelum kencan datang, sudah kumulai mempersiapkan segala sesuatunya. Pakai baju apa? Rok yang mana? Kerudung warna apa? Tas ransel atau sempang? Dompet kulit? Sepatu kets atau high? Dan berbagai aksesoris lainnya tertata dengan rapi siap pakai. Ini kencan pertamaku. Harus benar-benar tampil anggun mempesona. Benar-benar bikin pusing sepuluh keliling bandara Adi Sucipto. Hohoho ...
Eits ...
Seorang Tika si Ukhty Ceriwis nan manis, suka nangis, bisa kencan juga??? Tika yang kerjanya mengukur jalan, reportase sana-sini? Tika yang dikenal cuap-cuapnya doang tanpa tahu wujudnya? Tika yang kapanpun, dimanapun tak pernah berhenti mengeluakan suara emasnya? Tika yang ... yang ... yang ... ya, yang itu. Cuma ada satu Tika kok di dunia ini. Kencan? Tika? Emang kenapa sih? Masbuloh? ^_^
Maafin ya Bunda-Bunda*, anakmu ini sudah melangkah ke zona berbahaya. I’m sorry ya Mbak-Mbak* and Mas-mas*, adekmu berhasil berada satu point di depan kalian. Hal ini benar-benar disengaja dan dilakukan dengan kesadaran ekstra. Tapi tenang saja, ini bukan kencan yang biasa dilakukan para penghuni pohon toge sampai beranak cabe-cabean kok.
Jika biasanya kencan itu oleh dua insan yang beda jenis kelamin, aku justru memilih spesies yang sama persis denganku. Bukan jeruk makan jeruk kok. Cuma apel makan apel, ups. Kencanku juga beda jauh dengan mereka yang hanya berdua, diisi dengan rayuan gombal di malam minggu.
Karena, teman kencanku adalah Bunda Asma Nadia ^_^ . Tepatnya sabtu, 15 maret 2014, dalam acara “inspiring woman talk” aku dan Bunda Asma nge-date di psikologi UGM. Kencan kami diisi dengan berbagai jenis syair penuh cinta, motivasi kasih sayang, nada-nada syahdu yang menggetarkan seluruh nadi, bermuara dihati, menusuk kedalam jantung. Terekam di otak, teaplikasi di hari-hari yang tak akan lagi sepi. Benar-benar kencan yang amazing, bukan ^_^ .
Kecemburuan sempat menderaku. Bunda Asma selalu berdiri di depan, pojok sebelah kiri. Yah, aku juga duduk di deretan kursi depan pojok kok, tapi disebelah kanan. Selalu kutunggu langkah Bunda mendekat, tapi yah, hanya tetap menunggu hingga berlalunya waktu. Semakin jealous saat tak seorangpun memberiku kesempatan memuntahkan melodi-melodi yang telah kuhapal selama seminggu buat Bunda.
Akhirnya, kubalas semua itu dengan mendominasi sesi pemotretan, kamera hanya berisi aku dan Bunda ^_^ .
Terima kasih Bunda. Benar-benar first date terindah buatku. Kencan yang tak pernah kupikirkan selama ini, hanya terlintas dalam mimpi. Memang kuyakin kitakan bertemu. Hanya saja, masih tak percaya akan secepat itu.
Selalu kuingat nada-nada cintamu :
“Jadilah muslimah seperti Aisyah ra.”
“Jangan menghabiskan waktu, energi, dan pikiran untuk seseorang yang tak mengukir namamu dihatinya”
“Menjadi pemimpin itu tidak harus menjadi presiden dulu, gubernur, walikota dan lain sebagainya. Setiap kita adalah pemimpin”
“Pemimipin bukan orang yang hanya kaya, tapi bisa menginspirasi, bisa mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, untuk menjadi lebih kreatif, untuk menolong yang lain”
“Pemimpin itu yang tangannya diatas, pemimpin itu yang cepat memberi”
Dan lain-lain, dan seterusnya dan sebagainya.
Pesan paling penting, udah tahukan “Assalamu’alaikum Beijing” mau di filmkan. Nyo_Ok ntar KBM Akbar nobar, hehehe.

Yogyakarta, 03/15/14, 22:17
“Penyiar yang Penyair”
  

Aku sayang kamu, kamu juga?




Menulis itu bukan hal yang mudah. Meski sudah berpuluh buku kubaca, beribu fiksi kuraba, ratusan puisi kucerna. Tetap saja aku tak mampu mengunggah kata menjadikannya kalimat indah bak instrumen musik yang menggelora. Metode Papa Isa telah kuterapkan. Aliran Bang Agung telah kulakukan. Cara-cara Mas Dj telah kujalankan. Tetap saja tak ada sya’ir yang bisa dibanggakan. Hingga dengan hati berbunga-bunga bak tengah jatuh cinta kutabuhkan gendrang peperangan dengan menulis.
Tuntutan senior hampir membuatku galau berkepanjangan. Menulis laporan utama untuk buletin fakultas. Tentu saja aku tak akan lari dari tanggung jawab. Reportase lingkungan sekitar kampus telah kujalankan, bahkan siap kulaporkan. Tapi jangan suruh aku menulisnya. Karena tak akan ada kata yang mengasyikkan menjadi paragraf untuk dibaca. Bukan aku tak berusaha. Bahkan strategi para Bunda*pun telah kucoba. Hasilnya hanya mampu menyusun lima kata, “aku sayang kamu, kamu juga?”. Hanya ke dukun yang belum kucoba dengan alasan takut syirik jadinya.
Kata best friendku, aku termasuk mahasiswa yang beruntung bisa bergelut di jurnalistik kampus. Beribu pendaftar dan aku menjadi yang terpilih. Kutegaskan duakali lagi kalau aku tak bisa menulis, yang akhirnya tugasku hanya sebagai pemburu berita, reportase, tetapi tidak termasuk menulisnya. Beruntung bukan...
Aku mengutuk diri saat akhirnya harus berbaikan dengan menulis. Bukan dengan alasan besar, hanya karena kertas berisi coretan “aku sayang kamu, kamu juga?” terselip dalam buku laporan yang kuserahkan pada senior kemarin. Dia sedikit emosi karena menganggapku tak profesional dalam bekerja. Tiga empat kali kujelaskan bahwa itu bukan surat cinta layaknya zaman purba melainkan coretanku berusaha menulis. Tapi dia tak percaya, hingga akhirnya aku bersahabat dengan kertas dan pena. Ya sudahlah.

(Bukan) Ada Apa Dengan Cinta

Perjalanan selalu melahirkan cinta, kenangan, dan sesuatu yang akan membuat kita kian dekat dengan Allah. Dalam perjalanan itu, tentu kita bertemu dengan berbagai sosok, karakter dan penampilan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Diantara beragam insan tersebut, kutemukan satu adam yang begitu menawan.

Entah sejak kapan dimulai. Dia selalu dihatiku, bahkan senyum kecilnya membuatku sangat bersemangat. Seolah-seolah senyum itu selalu menungguku. Ksatria lugu berkacamata, menyambut mentari dengan duha, menenteng kitab dengan balutan koko serta kopiah putih yang selalu bertengger di kepala. Impian bersamanya pun terselip dalam setiap doa. Berharap Sang Pemilik Kehidupan mengabulkannya. Dia satu-satunya. Tak ingin yang lain. Hanya dia.

Tiba saat lembaran merah jambu sampai ditangan. Tertegun, tak dapat berbuat apa-apa menyaksikan tinta emas mengukir namanya yang bersanding dengan nama hawa lain. Seketika meruntuhkan gerbang asmara yang berdiri kokoh. Menggugurkan benih-benih cinta yang baru tumbuh. Broken heart? Ya. Tak rela? Tentu. Ikhlas? Entahlah. Gantung diri? Jangan! Jangan sampai tidak jadi. Hehehe (just kidding).

Sebagian kita tentu pernah mengalami kejadian di atas. Saat telah menggantungkan asa setinggi bintang di langit dengan warna-warni pelangi. Tapi seketika harus landing di gurun pasir. Impian hanya
menyisakan luka yang kian hari semakin bernanah. Mulailah curhat ke
facebook, maki-maki di twitter, merajuk di blog, dengerin lagu galau. Berharap dunia memperhatikan. Seolah-seolah hanya kitalah yang mempunyai masalah di bumi ini.

Sahabat, setiap sesuatu yang kita miliki tentu akan tiba masanya ia pergi. Entah itu dalam bentuk barang atau jiwa yang tenang. Tapi yakinlah akan ada pelangi setelah hujan. Matahari tetap benderang di kala siang. Rembulan tetap bersinar saat malam datang. Allah akan mengganti dengan yang lebih baik dari apa yang sebelumnya kita punya. Termasuk rasa cinta yang datang dan pergi, Allah juga akan menukar dengan cinta yang lebih baik lagi.

Sahabat, satu hal yang mesti diyakini bahwa cinta tak selamanya
melukiskan hal-hal indah. Cinta adalah alasan seseorang mempunyai
perasaan aneh. Kesedihan adalah cinta, benci adalah cinta, rasa sakit
juga cinta. Karena seseorang kau terluka dan merasa benci. Cinta seperti itu, memudar. Setelah beberapa waktu akan dilupakan orang. Saat satu cinta pergi, maka akan datang cinta yang lain.

Ada masanya cinta berubah menjadi hal yang paling mengerikan bahkan dianggap ekstrim. Saat cinta tidak ditujukan pada apa yang seharusnya dijadikan cinta maka ia menjadi marah. Ketika cinta tidak diberikan pada sesuatu atau seseorang yang seharusnya menerima cinta, maka ia menjadi kejam. So, jangan protes saat cinta meninggalkanmu, tak perlu bersedih dikala cinta pergi menjauh.

Cinta sejati adalah rasa yang datang dari Allah dan kembali kepada-Nya pula. Allah selalu memberi cinta sesuai dengan kadar cinta yang kita butuhkan. Allah beri kita rasa cinta terhadap orang tua yang kita tuangkan dalam cangkir pengabdian. Allah anugerahkan kepada kita cinta untuk saudara sesama muslim yang kita hidangkan di atas piring silaturrahim, saling membantu, mengasihi yang muda, menghormati yang tua. Bahkan Sang Haliq mengkaruniakan bagi kita cinta yang akan kita kembalikan padanya melalui sepertiga malam, menyambut senyum mentari dengan duha, melaksanakan yang wajib, melengkapi dengan sunnah, serta menjauhi, meninggalkan bahkan melupakan yang maksiat. Begitu indah cinta yang Allah beri pada hamba-Nya.

So, kembalikanlah cinta itu pada Pemilik Sejati-Nya. Tempatkanlah cinta pada ruang yang seharusnya. Hiasi cinta dengan iman dan taqwa. Landasi cinta karena-Nya. Jika cinta kita pada Sang Maha Pemelihara melebihi cinta pada ciptaan-Nya niscaya cinta itu akan indah dengan sendirinya dan menjadi rasa yang menciptakan kedamaian, ketentraman dalam hati dan jiwa anak-anak manusia. Biarkan Allah yang mengatur kemana karamnya cinta kita.

yogyakarta, 04/24/2014