genggam duniamu dengan ilmu

Sabtu, 20 April 2013

sastra picisan



Pelabuhan “SEMI” Ku
Udara pagi terasa hangat menyentuh kulit ku saat sinar mentari menerobos masuk tanpa izin melalui jendela kamarku. Aku tergugah. Hal yang tak ku inginkan harus meninggalkan “Edogawa” yang ku namai untuk kasurku ini. Aku bangun dengan malas, berjalan perlahan menuju jendela kamarku, membuang pandangan ke luar jendela. Ku lihat Mr. Benkob tetangga depan rumahku sedang mengecat rumahnya dengan cat warna merah dan biru, kombinasi warna yang menurut ku terlalu mencolok, hingga membuat rumahnya terang benderang, bayangkan jika rumahnya di lihat saat musim panas, pasti sangat menyilaukan mata. Tetangga ku satu ini memang mempunyai hobby mengkombinasikan warna melalui cat rumahnya.
Pandangan ku berputar mengelilingi kompleks perumahan kami. Hal yang sama terlihat di beberapa rumah lainnya. Beberapa tukang cat mengecat rumah majikannya. Beberapa tukang kebun, mendesain kebunnya agar terlihat lebih indah. Aku mulai bertanya-tanya ada apa dengan pagi ini. Hingga ku temukan jawaban saat melihat kalender. Musim semi.
Ya sebentar lagi musim semi menghampiri negara ku. yang kata orang musim dimana bunga-bunga bermekaran, musim kasih sayang, musim cinta. Aku sendiri tak tahu apa sebenarnya musim semi, bagiku sama saja dengan empat musim lain, aku tetap menjalaninya berdua dengan ayah, karena aku dan ayah tinggal di jepang, sesuai tradisi jepang melakukan “Hanami”, yaitu berkumpul dibawah pohon sakura, piknik bersama keluarga, menikmati indahnya bunga sakura, menggelar berbagai festifal, tarian, makan bersama di Taman Ueno, salah satu tempat favorit ku. Aku selalu berharap setiap tahunnya di musim Semi, sesuatu terjadi dihatiku hingga merubah hidupku. Ingin sakura-sakura tak hanya bermekaran menghiasi bumi Jepang, tapi juga bermekaran di hatiku. Aku tersenyum-senyum sendiri menunggu kapan kira-kira waktu itu akan tiba.
“pagi gadisku”. sapaan khas di belakang ku menghentikan aktivitas ku. Ku lihat ayah bersandar di pintu kamarku dengan segelas susu coklat di tangannya. Aku tersenyum, mendekati ayah.
“pagi malaikatku” panggilan kesayangan ku untuk ayah. Ku cium tangannya. Aku tesenyum menyambut susu coklat itu. “makasih Yah”. Aku mulai menikmati susu buatan ayah yang menurut ku terenak di dunia. Ini yang kusukai dari ayah. Setiap pagi menyambut ku dengan sapaan sayangnya, senyum khasnya, dan susu coklatnya menambah kehangatan pagi ku.
Mungkin orang beranggapan ayah terlalu memanjakanku. Tapi bagi ku perlakuan ayah sangat wajar karena hanya aku satu-satunya harta ayah, begitu juga dengan ku hanya ayah satu-satunya malaikatku, sejak bunda meninggalkan kami bersama laki-laki lain. Aku lebih memilih ikut tinggal bersama ayah ke Jepang dan memberikan cap “wanita terjahat” pada bunda ku.
aku melirik “donel bebek” mini di pergelangan tanganku. Terkejut dengan waktu yang menunjukkan waktu 06.30 jst. Ups, aku bisa terlambat kesekolah. Secepat kilat aku menuju kamar mandi.
JJJ
“Auliya Safitri”. Aku menoleh pada sobat ku Arin yang satu kebangsaan indonesia dengan ku. Arin mendekatiku dengan sebungkus “Taro” di tangannya. Sobat ku satu ini emang doyan makan, terlihat dari postur tubuhnya yang besar kaya kartu perdana XL, hehe..
“ada apa Arinda Maulana” balas ku menyebut namanya lengkap dengan nama ayahnya.
Arin tersenyum. “ manggil nama ku enggak pake nama ayah ku juga kali”.
aku tersenyum simpul.
“kamu di cari Tamia”.
dahiku berkerut. Rasanya tak ada satu pun nama teman ku Tamia. Siswa barukah?
” Tamia?, siapa?” tanya ku pada Arin.
“itu si kapten sepak bola”. Jawab Arin sambil memasukkan beberapa potong Taro ke mulutnya.
aku tersenyum. “Tom ya”.
Arin mengangguk. Tom adalah salah satu teman ku, berkebangsaan jepang. Nama sebenarnya adalah Tomio yang dalam bahasa jepang artinya orang berharga. Tapi kata Arin nama Tomio lebih mirip nama sebuah permainan Tamia yang membuatnya memanggil Tomio dengan Tamia, alasannya lebih mudah di ingat. Sementara kami lebih sering memanggilnya Tom.
“kenapa Tom mencari ku?” tanya ku pada Arin.
Arin menggeleng. “ tau enggak” lanjutnya. Aku menggeleng membuat Arin manyun. “kamu kan belum memberitahu aku Rin” kataku membela diri sambil tersenyum simpul.
Arin tersenyum. “si Tamia nyari kamu sambil bawa bunga”.
Aku bingung. “ada apa dengan Tom ?”
“yang benar ada apa dengan mu, Lia, hehehe”.
“ya sudah, ayo kita kekantin”
Mata Arin membulat mendengar ajakan ku. “ayo” katanya dengan semangat 45 nya”.
JJJ
Aku dan Arin berjalan meninggalkan halaman SMA Khasima Gakuen, SMA yang terkenal melahirkan para pemain sepak bola internasional Jepang. Belum sampai parkiran, Tom datang menghampiriku dengan menyodorkan setangkai mawar merah yang ku berikan kepada mu, ups maksudnya yang langsung diberikan kepada Auliya.
“aishiteru yo Lia, kore wa hitomeboredeshita” ungkapnya dengan bahasa nasionalnya. Yang artinya lebih kurang “aku cinta kamu, Lia. Ini adalah cinta pada pandangan pertama”.
Aku terpana dengan kata-kata Tom.
tapi kaa mu thak pherlu jjawab sekharang, Lia. Aku me ngerti khamu phasti terkhejut dhengan phengakhuan inhi, taphi inilah yang kurasakhan sejhak perthama khamu mhashuk di shekholah khu”. lanjutnya masih menyodorkan mawar merah padaku. Arin hampir tertawa mendengar kata-kata Tom, lebih tepatnya mendengar suara Tom mengucapkan bahasa indonesia dengan tersendat-sendat. Aku menyikut lengan Arin. Memberi kode jangan sampai tertawa. Arin mengalihkan pandangannya. Aku masih tak tahu harus bebrbuat apa. Pengakuan blak-blakan pemuda Jepang ini membuat ku terkejut, sangat-sangat terkejut. Perlahan aku mengambil mawar merah dari Tom. Aku tersenyum.
“thank’s for the roses Tom, and thank you for your words, but sorry I can not say anything. I'm honestly surprised by your expression of love. I'm not ready at all.
sorry tom..” kata ku dengan hati-hati, menjaga perasaannya.
Tom tersenyum, “chinta thak pherlu kesiaphan Lia, hanya baghaimana chara kitha menjhalani dan menjaghanya aghar tethap uthuh”.
Aku tersenyum, ternyata pemuda Jepang satu ini pintar bermain kata-kata. Aku tak mengerti arti senyumnya, sampai Tom berlalu dari hadapan ku.
Sejak saat pengakuan cintanya, Tom rajin menemuiku, membawakanku mawar merah setiap paginya, memberikan kata-kata puitisnya dengan bahasa indonesia yang membuat ku dan Arin ingin tertawa keras mendengarnya. Seperti pagi ini.
“shelamaht paghi, Lia. Chanthiknya mawhar ini thak sechantik rona wajhah mu pagi inhi”.
Atau “saat bershama mu akhu mersha dhamai, seakhan kitha telah lama bertemu”. Di sertai dengan senyum khasnya.
 Dan Tom tak pernah protes jika semua kata-katanya, mawar merahnya hanya ku sambut dengan senyum simpul ku. Tom tak pernah membahas atau mempertanyakan apa kira-kira jawaban ku. Tom seolah lupa dengan niat awalnya. Yang dia tahu hanya selalu buat ku tersenyum, tersipu malu.
JJJ
Putik-putik sakura mulai menyelimuti jalanan kompleks perumahan ku. Sinar mentari ku rasa hangat di jiwa ku. Kembali ku tersudut di sisi jendela kamar ku, mengitari jalanan yang sejuk, menikmati lalu lalang orang-orang di sekitar rumah ku, ikut merasakan tawa mereka. Masih melekat di benak ku kata-kata Tom, ungkapan cintanya yang tak kujawab. Arin pun tak menyangka dengan Tom saat kami kembali membahasnya.
“aku masih tak percaya, Lia. Tom yang keren, yang kapten sepak bola, yang otaknya gemilang, yang..  “ dan sederet kata yang lain dari mulut Arin.
Aku hanya diam mendengarkan.
“suka sama kamu, Lia. Lia yang cantik enggak, manis iya, pinter banget juga enggak, seksi?, enggak tahu, kan bodi mu enggak kelihatan, Lia”. Lanjut Arin dengan menggebu-gebu.
Aku manyun mendengar kata-kata sobat ku ini. “kira-kira, Rin, aku kan sobatmu”, lanjut ku dengan wajah ku buat kesal.
Arin hanya tertawa, “hehehehe.., maaf Lia, aku kan hanya mencoba menelusuri sebab nya Tom suka sama kamu”.
dan ini terus berlanjut dengan anggapan-anggapan konyol dari Arin. Hingga panggilan Ayah mengehentikan kekonyolan Arin.
“Lia, bikin minum ya, ada tamu Ayah, nanti langsung bawa kedepan”
“ok Yah” kata ku dengan senyum lebar, membebaskan ku dari kekonyolan Arin. Arin tersenyum kesal kata-katanya harus terpotong. Aku segera berlari ke dapur. Membuat dua cangkir teh dan membawanya ke ruang tamu. Ku dapati Ayah asyik berbincang-bincang bersama seseorang yang sangat ku kenal.
“mas Furqon”. Sapa ku pada tamu Ayah yang ternyata adalah tetangga ku saat di Indonesia. Laki-laki yang ku panggil Mas Furqon menoleh padaku dan tersenyum.
“Auliya..” katanya dengan senyum khasnya. Senyum yang selama di indonesia sangat ku kenal.
“Ayah kok enggak bilang mas Furqon yang datang?”. Aku melirik Ayah yang hanya membalas dengan tawa renyahnya.
“kan mau bikin kejutan sayang”. Ayah membela diri.
Aku tersenyum manyun, begitu juga dengan Mas Furqon. Obrolan pun berlanjut antara aku, Ayah dan Mas Furqon.
JJJ

Pertemuan kembali dengan mas Furqon seolah membuat nostalgia antara aku dan dia. Mas Furqon yang ku kagumi dengan segala argumennya, ku sukai dengan guratan wajah lucunya, selalu menghibur ku saat sedih melanda, terlebih saat ayah dan bunda pisah, mas Furqon lah yang setia menemaniku. Sejak saat itu wajah mas Furqon selalu menghiasi malam panjang ku hingga ku bermukim di negri sakura ini pun wajahnya tetap melekat di hatiku, mengisi setiap sudut-sudut jiwa ku. Inilah alasan kenapa aku tak menerima ungkapan cinta si keren Tom. Tak lebih karena sudut hati ku telah terisi oleh satu nama. Furqon.
Sejak saat ini pun kembali hari-hari ku bersama dengan mas Furqon. Cerita kami dahulu seolah kembali bersemi. Seiring dengan datangnya musim semi yang semakin dekat. Sementara Tom pun masih selalu mendekatiku dengan kata-kata puitisnya, yang malah membuatku tak memperhatikannya lagi. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama mas Furqon. Seiring seirama berdua menjalani tiap waktu yang berlalu. Ketidak pedulian ku pada Tom dirasakan oleh Arin yang langsung melayangkan protesnya pada ku.
“kamu enggak bisa terus-terusan beigini, Lia. Enggak mikirin perasaan Tamia yang selama ini setia menghantuimu kemana pun kau pergi”. Katanya berapi-api
Aku hanya tersenyum. “Rin, Tom tahu aku tak bisa memberi jawaban padanya, dia juga tak pernah menuntut jawaban ku”. Kata ku membela diri.
“tapi apa si kapten sepak bola tahu kalau kamu bermain-main dengan mas Furqon?”. lanjut Arin. Aku menggeleng.
“nah, kamu bayangin gimana nantinya kalau Tamia tau, Lia. Bayangin gimana sakitnya dia, saat tau orang yang selama ini di nantinya ternyata malah berpaling ke yang lain. Kamu mikirin enggak selama ini dia berharap dengan semua perhatian yang kamu juga kasih ke dia. Mikirin enggak?” Arin semakin menampakkan protesnya.
Aku bingung dengan sikap Arin, berfikir dalam hati sejak kapan ni anak begitu perhatian dengan hubungan ku dan Tom, selama ini Arin biasa saja. Ikut tertawa jika Tom mulai berpuitis dengan logat bahasa jepangnya yang masih kental.
JJJ
Pagi ini aku dan mas Furqon berjalan-jalan menikmati panorama alam di Taman Ueno, salah satu tempat favorit ku dan ayah.
“kamu suka kesini, Lia?” tanya mas Furqon.
“iya, suka Mas, hampir setiap hari aku kesini, apalagi kalau aku kangen sama Mas Furqon”. Jawab ku sambil menatap mas Furqon. Mas Furqon tersenyum mendengar ucapan ku.
“Mas juga suka ke Pantai Paris kalau kangen kamu”.
Kurasakan wajah ku merona. Pantai Paris (parang teritis), salah satu fisata Yogyakarta, adalah tempat favorit ku dan Mas Furqon ketika di Indonesia. Aku dan Mas Furqon selalu menghabiskan waktu bersama disana.
“mas selalu ingat kenangan tentang kita berdua disana, selalu ingat kamu”. Lanjut mas Furqon yang membuat ku semakin melambung jauh di cakrawala. Mas Furqon menghentikan langkahnya. Aku menatapnya dengan bingung. Mas Furqon berbalik menatap ku. Tatapan itu, masih sehangat tempo dulu. Kurasakan dada ku berdebar.
“Lia, Mas sayang kamu”. Kata-kata mas Furqon semakin menyemikan bunga-bunga di hatiku. Aku tersenyum malu.“aku juga sa...” kata-kata ku menggantung di udara saat sebuah cengkraman erat di pundak ku. Aku menoleh dan terkejut.
Tom!!!
“thanks lia,
I finally understand the meaning of all this”. Kata-kata Tom mengejutkan ku.
“tom, it's not what you Think, I can explain”. Kata ku dengan pelan.
“Lia does not need any explanation, I understand your attitude so far, maybe I expect too much”. Lanjut Tom
“Tom”. Kataku mencegah semua kata-katanya.
Tom tak menghiraukan kata-kata ku. Dia terus melanjutkan kata-katanya. “so.. thank you for all of your free time to listen to the words of my crap. thank you for your willingness to accept my roses. thank you Lia”.
“stop Tom! Stop!”. Aku menjerit setengah menangis. Mas Furqon menenangkanku.
Sejenak Tom terdiam. Perlahan dia menarikku ke sisiny, dan mencium kening ku sambil berkata. “aishiteru yo”. Kemudian Tom berlalu, pergi menjauh, meninggalkan ku dan mas Furqon. Aku dan Mas Furqon terkejut. Terdiam beberapa saat.
“kamu enggak apa-apa, Lia?” mas Furqon membawaku kepelukannya.
Aku menangis, “aku enggak apa-apa Mas, kita pulang ya”.
Mas Furqon mengiyakan ajakanku. Aku dan mas Furqon, menjauh meninggalkan Sakura yang semakin bersemi.
JJJ
Sejak kejadian di taman Ueno, tak kujumpai lagi Tom disekolah. Kabar yang ku dengar dari Arin, Tom pindah ke Paris. Aku pun tak begitu mempedulikannya. Toh itu mungkin satu-satunya jalan untuknya menenangkan diri, menjauhkan ingatannya tentang ku. Aku pun fokus pada hubungan ku dengan mas Furqon. Arin sendiri pun tak ingin lagi ikut campur. Mungkin dia kecewa dengan sikap ku atau apalah, aku tak begitu memikirkannya. Andai kamu mengerti perasaan ku Rin. Cinta yang ku rasakan pada mas Furqon begitu besar, dahsyatnya Dewa Amor memanah hatiku pada Mas Furqon. Hingga tak ada celah sedikitpun di hatiku untuk yang lain  Tapi yang masih menimbulkan tanda tanya ku adalah Mas Furqon sama sekali belum meresmikan hubunganku dengannya. Mas Furqon belum mengungkapkan cintanya seperti yang dilakukan Tom padaku. Sikapnya memang baik padaku, perhatian yang begitu berlebihan, mungkin dengan perhatian dan kebaikannya Mas Furqon menunjukkan cintanya padaku. Aku tak mengerti. Yang jelas aku ingin sekali mendengar ungkapan cinta dari mas Furqon.
Beberapa minggu terakhir aku tak bertemu dengan mas Furqon, setiap ku tanya alasan menolak ajakan bertemu Mas Furqon selalu mengatakan sibuk mempersiapkan sesuatu untuk acara musim Semi nanti. Apakah ia mempersiapkan sebuah kejutan untukku di hari musim Semi nanti? Aku tak tahu. Jika itu yang terjadi alangkah senangnya aku. Mungkin mas Furqon akan menyatakan cintanya saat hari musim semi tiba. Aku tersenyum-senyum membayangkannya. Semakin tak sabar aku menanti musim semi datang.
JJJ
Sekali lagi aku menatap cermin, mempertegas penampilanku malam ini. Acar musim semi hampir tiba. Aku sudah mempersiapkan segala sesuatu yang di perlukan dengan bantuan Arin. Makanan, pernak-pernik, dan berbagai aneka barang aku siapkan.
“ayo, Lia. Arin sudah nunggu kamu berjam-jam, acara “Hanami” akan segera di mulai”. Suara Ayah memanggilku.
“iya, Yah. Lia udah siap kok”. Jawab ku, dengan tergesa menuju halaman depan rumah ku. Aku mencarinya, tapi yang ku lihat hanya ada Arin dan Ayah.
“Furqon menunggu disana, Lia”. Kata Ayah seolah membaca pikiran ku.
Aku tersenyum tersipu. “ok, let’s go”. Aku masuk ke mobil, bersama Ayah, Arin sudah duduk di bangku supir. Mobil meluncur menuju Tama Ueno, tampat kami menyambut musim Semi. Sampai disana, orang-orang dengan berbagai model sudah hampir memenuhi taman. tak sabar rasanya aku menunggu Arin memarkirkan mobilnya. Aku segera berlari menuju tempat kami berkumpul, dibawah sebuah ponon sakura yang kupilih bersama Mas Furqon. Aku mencari-mencari sosok Mas Furqon. “Kemana dia ?” pikirku. Hingga ku temukan Mas Furqon sedang asyik berbicara bersama orang-orang Jepang lainnya. Aku tersenyum mendekati Mas Furqon, hampir memeluknya saat pandangan ku tertuju pada seseorang yang  berdiri di sisinya. Seorang gadis yang cantik, bergaun ungu, tersenyum pada mas Furqon. Siapa gadis ini? Dia tampak begitu akrab dengan Mas Furqon. Hingga mata ku tertuju pada lengan gadis itu yang menggamit lengan mas Furqon. Aku terkejut. Sayap-sayap emas ku seketika patah. Mas Furqon melihat ku.
“Lia, kamu sudah datang, mana Om dan Arin?”. Tanya mas Furqon padaku. Aku mengabaikannya. Aku berlari menjauh darinya. Tak kuhiraukan panggilan Mas Furqon pada ku. Aku terus berlari. Orang-orang sekeliling kami memandang heran pada ku. Terlebih pada tumpahan bening yang segera menghiasi wajahku. Tak peduli. Hingga kurasakan kelelahan menghampiriku, aku berhenti di pohon sakura ku sendiri. Menatapnya, menatap bunga-bunga sakura yang bermekaran indah yang ku artikan sebagai ejekan buat ku. Aku kembali terisak. Kenapa semi ini masih sama seperti semi-semi yang telah berlalu? Kenapa aku tak pernah merasakan semi yang begitu bahagia, semi yang memekarkan sakura-sakura cinta di hati ku?
Aku tak sanggup lagi berdiri. Sebuah tangan kokoh menyentuh pundak ku. Aku menoleh. Tom!!!
“bagaimana bisa sakura bersemi, bermekaran di hatimu jika kamu sendiri tak siap dengan hadirnya sakura-sakura itu”. Kata-kata Tom mengejutkan ku. Tom membantu ku berdiri. Kami bertatapan. Aku menundukkan wajah, masih dengan isakan.
“musim Semi tak butuh persiapan untuk memekarkan sakuranya, yang penting bagaimana cara kita memperjuangkan, menjaga dan merawatnya agar tetap utuh”. 
Bersama Tom kuhabiskan malam Semi ini dengan hati yang tak beraturan. Tapi tetap kurasakan kehangatan cinta dan senyum ceria Tom untuk ku seperti yang sering dilakukannya.
JJJ
Udara pagi terasa hangat menyentuh kulit ku saat sinar mentari menerobos masuk tanpa izin melalui jendela kamarku. Aku tergugah. Hal yang tak ku inginkan harus meninggalkan “Edogawa” yang ku namai untuk kasur ku ini. Aku bangun dengan malas, berjalan perlahan menuju jendela kamar ku. Ku edarkan pandanganan ku pada jalanan yang ramai dengan sekumpulan tetangga ku yang sedang bersantai ria. Sampai aku berhenti pada satu keluarga. Mas Furqon dan Mbak Alin sedang bermain-main bersama buah hati mereka si kecil Farid.
Masih ku ingat saat mas Furqon menjelaskan semua apa yang dia rasakan padaku hanya sebatas antara kakak dan adik, dan tentang mbak Alinnya bahwa mereka telah bertunangan dan akhirnya menikah hingga memutuskan menjadi tetanggaku. Saat itu pun ku sadari bukan cinta yang benar-benar kurasakan pada mas Furqon, melainkan rasa kagum, simpatiku padanya yang telah menjaga ku saat aku terjatuh. Aku menemukan rasa itu pada Tom. Rasa cinta yang sesungguhnya. Musim semi ku berlabuh pada satu sosok yang terkenal sebagai kapten sepak bola, pemuda Jepang. Tom si orang berharga.
“selamat pagi gadisku”. Sapaan hangat yang sangat kukenal. Aku berbalik menoleh pada ayah.
“selamat pagi malaikatku”. Kubalas sapaan ayah dengan heran. Pagi ini tidak seperti biasanya. Ayah tak datang dengan segelas susu coklatnya, malah menyodorkan sebuah kertas yang menurutku itu sebuah surat.
“ini apa Yah?” tanya ku sambil mngambil surat itu dari tangan Ayah.
Ayah hanya tersenyum. “ bagaimana Ayah tau itu apa jika Ayah saja belum membukanya”. Aku tersenyum. Sepeninggal ayah aku segera membuka surat itu dengan tak sabar.
Paris, April 2013
How are you my love?
Junengo no(sepuluh tahun lagi aku ingin melihatmu), Anata o mitsumete mitai kitto soba de hohoende itai(aku yakin kita akan bertemu, dan aku akan tersenyum disisi mu), Ikutsu mo no deai to waka re kugurinokete(pertemuan dan perpisahan banyak terlalui), Ai suru, Anata ni so yo love meguriaeta (darimu cintaku, ya ku temukan cinta lagi)
yang selhalu menchinthaimu
Tomio
Ku lipat surat cinta Tom dengan senyum merekah. “Tom, kali ini puitismu kusambut dengan sakura-sakura yang telah bersemi untuk mu, tak akan lagi kuacuhkan  apa yang telah kurasakan pada mu, pelabuhan “semi” ku”. Kata ku dengan sejuta sakura bersemi dihati.     JJJ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar