Love is Coffe
“cinta itu seperti kita minum kopi, diminum
saat hangat akan terasa nikmat namun cepat habis, diminum perlahan terasa lebih
nikmat tapi mudah dingin”.

“Mas Irul bisa aja, beda perspektif Mas.”
Katanya sambil menyeruput cappucinonya.
Aku ikut tertawa dengannya. Begitu pula
hari-hari yang telah berlalu dengan capppucino yang selalu kami nikmati
bersama. Arin begitu istimewa buatku. Bukan karena statusnya sebagai putri
orang nomor satu dikampus, melainkan ada sesuatu yang terasa berbeda setiap
kali aku didekatnya. Terutama saat menikmati cappucino. Disetiap satu tegukan yang
melewati kerongkongan membuatku melayang-layang dicakrawala ditemani
bintang-bintang yang menari, planet-planet yang bernyanyi, meteor-meteor yang
berputar seirama membentuk love. Hingga tak kuhiraukan panggilan
disekitar yang kuartikan sebagai alunan musik yang menambah indahnya suasana
hati. Aku semakin terlena.
“IRUL!!!”
Panggilan keras di telingaku membuatku
terkejut. Meteor-meteor, planet-planet, bulan bintang di sekelilingku berganti
menjadi meja dan kursi yang diduduki teman-temanku. Terlebih wajah Pak Edy
dosen killer berdiri tegap didepanku. Aku tersenyum malu.
Hal inilah yang terus terjadi setiap
kali aku menikmati cappucino bersama Arin. hingga tak sadar ternyata telah berada
di kelas. Karena cappucino itu pula aku jatuh cinta pada Arin dan cinta yang tak ingin segera ku ungkap. Nanti cepat berakhir atau malah menjadi hambar, seperti kita
minum kopi, diminum saat hangat akan terasa nikmat namun cepat habis, diminum
perlahan terasa lebih nikmat tapi mudah dingin.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar